Langsung ke konten utama

Luka, Ular, dan Cinta Ayah Ibu

 

Halo, aku Linda. Hari ini aku mau cerita tentang pengalaman masa kecil yang paling berkesan dan penuh makna dalam hidupku. Mungkin kedengarannya agak serem, tapi dari cerita ini aku belajar banyak tentang keberanian, pengorbanan, dan rasa syukur.

Aku lahir tahun 2006. Nah, sekitar setahun setelah itu, aku mengalami kejadian yang nggak biasa. Sebenarnya aku tahu cerita ini dari orang-orang sekitar, karena waktu itu aku masih kecil dan ingatanku belum sempurna. Banyak yang sering tanya ke orangtuaku, “Ini anak yang pernah digigit ular, ya?” Aku sudah sering banget dengar kalimat itu sejak kecil. Lama-lama jadi penasaran, akhirnya aku minta cerita lengkapnya langsung dari orangtuaku.

Jadi ceritanya, waktu aku baru sekitar setahun dan mulai belajar jalan, pas menjelang Lebaran, sepupu-sepupu bapak pulang dari perantauan dan pengen foto sama ular peliharaan bapak. Iya, bapak emang pecinta reptil, jadi punya ular peliharaan. Biasanya, bapak kasih makan ular itu dengan ayam hidup, karena ularnya nggak mau makan ayam yang sudah mati—entah kenapa, ularnya picky banget! Ular itu ditangkap bapak dari sungai dan sejak dipelihara nggak pernah dikeluarin dari kandang. Kandangnya dari buis beton yang ditumpuk dan ditutup, jadi gelap dan sempit banget. Mungkin karena itu, ularnya stres dan akhirnya ngamuk, terus nyerang aku.

Singkat cerita, aku yang lagi mondar-mandir belajar jalan di dekat orang-orang yang lagi foto itu tiba-tiba diserang ular itu. Ular sepanjang sekitar 4 meter itu langsung loncat dan gigit kepalaku tepat di atas alis kanan. Giginya tajam banget sampai nancep di kepalaku. Bapak panik dan berusaha buka mulut ular itu pakai tangan kosong, tapi karena ular sanca kembang itu bisa melilit kuat banget, bapak kesulitan melepaskan gigitannya. Untung mbahku cepet-cepatan datang bawa kayu, dan dengan bantuan kayu itu, mulut ular berhasil dibuka, jadi aku bisa lepas. Beruntung banget aku nggak sampai ketelen!



FYINih foto bapak sama ular, gambarnya udah agak buram karena udah lama banget, gak tau waktu itu aku udah lahir apa belum. Yang pernah gigit aku ular sejenis itu juga, tapi lebih gede dan bukan yang ini, ya!

Abis itu aku langsung dibawa ke puskesmas yang dekat rumah pakai motor karena emang ga ada helikopter, sementara itu darahku terus mengucur sepanjang perjalanan. Sayangnya, puskesmas nggak berani menangani kasusku, jadi disuruh langsung ke rumah sakit. Di perjalanan ke rumah sakit aku nangis ga berhenti tapi tiba-tiba langsung diem. Orang yang nganter aku kaget dong, dikiranya aku udah meninggal, padahal cuma pingsan mungkin karena capek dan takut. Sesampainya di rumah sakit, aku langsung mendapat prioritas penanganan, disuntik anti bisa ular, dan luka di kepalaku dibersihkan. Waktu itu, ibuku lagi nggak di rumah, jadi tetangga yang jemput dan bilang ke ibu aku kalau aku dibawa ke rumah sakit dengan alasan jatuh aja, biar ibuku nggak panik berlebihan dan nggak ngamuk-ngamuk.

Dan yang lebih gokilnya lagi, kejadian itu sampai pernah masuk koran, lho! Sekali lagi, aku masuk koran. Untungnya, orang-orang nggak mikir aneh-aneh, kayak aku dijadiin tumbal sama bapakku, hehe. Jadi, ceritaku nggak cuma seru tapi juga sempat viral kecil-kecilan! Setelah kejadian itu, makin banyak tetangga yang kenal sama aku, bahkan ada yang suka becandain dengan nyebut kalau aku itu "anak nyowo balen", aku cuma bisa ketawa.

Setelah semua itu, aku masih diberi kesempatan hidup sampai sekarang. Alhamdulillah, lukaku di kepala hilang tanpa bekas sama sekali. Aku bersyukur banget karena gigitan cuma di atas alis sampai ke belakang telinga, bukan di mata. Kalau di mata, mungkin aku bisa cacat. Dari kejadian ini, aku nggak pernah nyalahin siapa-siapa, apalagi bapak, karena ini musibah, bukan kesengajaan. Malah aku belajar betapa besar pengorbanan bapak yang berani lawan takut dan sakit demi nyelamatin aku. Sampai sekarang, bapak selalu berusaha kasih yang terbaik dan sayang banget sama aku.

Buat yang penasaran gimana keadaan ularnya abis gigit aku, tenang aja, dia masih oke-oke aja kok! Kenapa nggak dibunuh? Gaboleh sama pawangnya euy, katanya kasian, ular juga punya hati. Tapi akhirnya, si ular “wasalam” juga, bukan karena darahku, tapi karena keracunan tikus yang dikasih mbahku waktu nemu di jalan. Jadi, jangan salah ya, dia mati karena keracunan tikus, bukan karena aku!

Tapi serius, pengalaman itu ngajarin aku banyak hal. Aku jadi ngerti gimana rasanya takut, gimana rasanya diselamatin oleh orang-orang yang sayang sama aku, dan yang paling penting, aku jadi lebih bersyukur sama hidup. Kadang-kadang aku mikir, kalau nggak ada bapak dan mbah yang sigap waktu itu, mungkin aku nggak akan bisa cerita ini sekarang. Banyak pelajaran yang aku dapat dari pengalaman itu. Ibuku juga nyimpen bajuku yang aku pakai waktu kejadian itu, dan waktu aku umur sekitar 15 tahun, bajunya dikembalikan buat kenang-kenangan. Setiap kali aku melihat bajunya dan membayangkan bagaimana kejadian itu, aku nggak bisa nahan haru dan air mata.

Sekarang, aku udah 19 tahun, duduk di bangku kuliah dan ngetik cerita ini dengan penuh rasa syukur. Cerita ini selalu ngingetin aku, bahwa di balik kesulitan, pasti ada kekuatan dan harapan yang bersinar, kayak bintang di malam gelap. Buat aku, masa kecil ini adalah petualangan yang nggak akan pernah aku lupain, cerita yang bikin aku jadi aku yang sekarang.

Sekian dulu cerita aku yang ngalor-ngidul ini. Kalian bacanya sambil ketawa atau malah serius nih? Kalau ada kalimat yang kurang oke, mohon dimaklumin ya, soalnya otakku udah terkontaminasi bisa ular.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAIII HAIIII, DISINI ADA LINDA!  Selamat datang di pojok kecilku di dunia maya, tempat aku bakal berbagi cerita seru yang bikin aku jadi aku sekarang. Masa kecilku tuh penuh warna-warni banget—ada tawa lepas, air mata yang kadang nggak terduga, dan petualangan yang bikin deg-degan! Salah satu pengalaman yang nggak bakal pernah aku lupain adalah waktu aku pernah digigit ular kecil waktu masih bocah. Eits, ini bukan cuma soal sakitnya doang, tapi juga tentang gimana aku belajar jadi berani, menghadapi ketakutan, dan dapat pelajaran hidup yang sampai sekarang masih aku pegang erat. Dari kejadian itu, aku sadar kalau ketegaran dan harapan itu kayak bintang yang tetap bersinar terang meskipun malam paling gelap sekalipun. Terima kasih sudah singgah, mari kita mulai perjalanan ini bersama.